Jumat, 26 Desember 2014

MASJID MENARA KUDUS

 

Masjid Menara Kudus merupakan salah satu peninggalan sejarah sebagai bukti proses penyebaran Islam di Tanah Jawa. Masjid ini terletak di desa Kauman, kecamatan Kota, kabupaten Kudus, Jawa Tengah.  Masjid Kudus berada di tengah pemukiman penduduk dan terletak di tanah datar. Batas yang memisahkan masjid dengan lingkungan sekitarnya adalah di sebelah utara, selatan, dan barat berbatasan dengan pemukiman penduduk, sedangkan di sebelah timur berbatasan dengan jalan raya. Mesjid ini berbentuk unik, karena memiliki menara yang serupa bangunan candi. Masjid ini adalah penggabungan antara Budaya Hindu dan Budaya Islam. Pada masa kini, masjid ini biasanya menjadi pusat keramaian pada festival dhandhangan yang diadakan warga Kudus untuk menyambut bulan Ramadan. Pada saat itulah bedug dan kentongan di bagian atas menara dibunyikan.

SEJARAH
Masjid Kudus diperkirakan didirikan pada tahun 956 H atau 1549 M oleh Ja’far Shodiq atau yang dikenal dengan sebutan Sunan Kudus. Hal ini dapat diketahui dari inskripsi (prasasti) pada batu yang lebarnya 30 cm dan panjang 46 cm yang terletak pada mihrab masjid yang ditulis dalam bahasa Arab. Batu Menara yang di bawa oleh Sunan Kudus dimulai kisahnya ketika beliau berada di Makkah untuk menunaikan ibadah haji. Wabah penyakit kudis tiba-tiba merajalela di tanah suci itu. Segala upaya pencegahan telah dilakukan, namun tidak ada hasilnya. Akhirnya, Amir (penguasa) Makkah meminta Syekh Ja’far Shadiq turun tangan mencegah wabah penyakit yang kian hari kian mengganas.
Singkat cerita, Syekh Ja’far Shadiq berhasil menghentikan merebaknya penyakit kudis itu. Amir Makkah kemudian bermaksud memberinya hadiah, namun beliau menolak. Beliau hanya meminta jika berada di Palestina agar diizinkan mengambil sebuah batu dari Bait Al-Maqdis. Amir Makkah pun mengizinkan. Ketika pulang ke Jawa, Syekh Ja’far Shadiq membawa batu itu dan dijadikan batu pertama dalam pembangunan masjid. Dari kata Baitulmakdis itulah muncul nama Kudus yang artinya suci, sehingga masjid tersebut dinamakan Masjid Kudus dan kotanya dinamakan dengan kota Kudus.

ARSITEKTUR
Masjid Kudus memiliki luas ± 2400 m2. Keadaan tanah berupa sebidang tanah pekarangan yang datar yang diatasnya didirikan masjid dan menara. Untuk memasuki halaman Masjid Kudus harus melewati dua gapura utama yang berbentuk candi bentar. Bentuk asli bangunan masjid sukar untuk diketahui karena telah beberapa kali mengalami perbaikan dan perluasan. Secara keseluruhan Masjid Kudus berbentuk empat persegi panjang berukuran panjang 58 m dan lebar 21 m. Bangunan masjid terdiri dari: menara, serambi, ruang utama, pawestren, dan bangunan lainnya.


  1.  MASJID

Masjid Menara Kudus ini terdiri dari 5 buah pintu sebelah kanan, dan 5 buah pintu sebelah kiri. Jendelanya semuanya ada 4 buah. Pintu besar terdiri dari 5 buah, dan tiang besar di dalam masjid yang berasal dari kayu jati ada 8 buah. Namun masjid ini tidak sesuai aslinya, lebih besar dari semula karena pada tahun 1918 - an telah direnovasi. Di dalamnya terdapat kolam masjid, kolam yang berbentuk "padasan" tersebut merupakan peninggalan jaman purba dan dijadikan sebagai tempat wudhu. Masih menjadi pertanyaan sampai sekarang, apakah kolam tersebut peninggalan jaman Hindu atau sengaja dibuat oleh Sunan Kudus untuk mengadopsi budaya Hindu.
Di dalam masjid terdapat 2 buah bendera, yang terletak di kanan dan kiri tempat khatib membaca khutbah. Di serambi depan masjid terdapat sebuah pintu gapura, yang biasa disebut oleh penduduk sebagai "Lawang kembar", konon kabarnya gapura tersebut berasal dari bekas kerajaan Majapahit dahulu, gapura tersebut dulu dipakai sebagai pintu spion.
Di komplek Masjid juga terdapat pancuran untuk wudhu yang berjumlah delapan buah. Di atas pancuran itu diletakkan arca. Jumlah delapan pancuran, konon mengadaptasi keyakinan Buddha, yakni ‘Delapan Jalan Kebenaran’ atau Asta Sanghika Marga yang terdiri dari pengetahuan, keputusan, perbuatan, cara hidup, daya, usaha, meditasi, dan komplementasi yang benar.

      2.  MENARA

Menara Kudus memiliki ketinggian sekitar 18 meter dengan bagian dasar berukuran 10 x 10 m. Di sekeliling bangunan dihias dengan piring-piring bergambar yang kesemuanya berjumlah 32 buah. Dua puluh buah di antaranya berwarna biru serta berlukiskan masjid, manusia dengan unta dan pohon kurma. Sementara itu, 12 buah lainnya berwarna merah putih berlukiskan kembang. Di dalam menara terdapat tangga yang terbuat dari kayu jati yang mungkin dibuat pada tahun 1895 M. Bangunan dan hiasannya jelas menunjukkan adanya hubungan dengan kesenian Hindu Jawa karena bangunan Menara Kudus itu terdiri dari 3 bagian: (1) kaki, (2) badan, dan (3) puncak bangunan. Menara ini dihiasi pula antefiks (hiasan yang menyerupai bukit kecil).
Seorang sarjana Belanda yang bemama Jasper mengatakan bahwa seni bias atau ukiran dan bangunan Menara Kudus menunjukkan tradisi seni bias dari bangunan Hindu Jawa Majapahit. Sucipto Wirjosuparto menghubungkan uk menara Masjid Kudus dengan Candi Jago. Hal ini terlihat sekali pada ornamen tumpal pada susuman tangga yang mirip sekali dengan yang ada pada Candi Jago. Unsur Islam yang tampak adalah ornamen yang serba sederhana. Sedangkan unsur Indonesia asli tampak pada hiasan tumpalnya. Motif hiasan tumpal sudah ada sejak zaman pra sejarah di Indonesia.

Kaki dan badan menara dibangun dan diukir dengan tradisi Jawa-Hindu, termasuk motifnya. Bagian kaki menara yang terbawah terdapat tiga buah pelipit yang tersusun menjadi satu. Bagian tengahnya merupakan bagian yang menonjol. Sedangkan bagian kaki yang paling atas terdiri dan beberapa susunan yang makin ke atas makin melebar. Sebagai penyangga antara kaki bagian tengah dan atas terdapat sebuah komposisi pelipit.. Pada sisi barat terdapat konstruksi tangga menara yang mengarah keluar. Hiasan yang terdapat pada kaki menara antara lain hiasan pola geometris yang berbentuk segi empat. Di sudut kaki menara terdapat bidang polos berbentuk pilar. Sedangkan pada sebelah kiri dan kanan tangga terdapat hiasan bentuk tumpal berupa segi tiga sama kaki.
Tubuh menara bagian bawah merupakan sebuah pelipit besar dan tinggi yang dibagi dua oleh sebuah bingkai tebal. Tubuh menara bagian tengah berbentuk persegi yang ramping. Sisi utara, timur, dan selatan terdapat relung-relung kosong. Pintu masuk ruangan ini terbuat dari kayu. Di dalam bilik ini terdapat tangga dari kayu terletak di tengah tengah ruangan, hampir tegak lurus menuju ke puncak menara. Tubuh menara bagian atas terdiri atas susunan pelipit-pelipit mendatar yang makin ke atas makin panjang dan melebar. Hiasan yang terdapat pada tubuh menara antara lain pola geometris, mangkok porselin bergambar dan dekorasi bergambar dan dekorasi bentuk silang yang penempatannya selang-seling. Ciri lainnya bisa dilihat pada penggunaan material batu bata yang dipasang tanpa perekat semen. Teknik konstruksi tradisional Jawa juga dapat dilihat pada bagian kepala menara yang berbentuk suatu bangunan berkonstruksi kayu jati dengan empat batang saka guru yang menopang dua tumpuk atap tajug.
Pada bagian puncak atap tajug terdapat semacam mustaka (kepala) seperti pada puncak atap tumpang bangunan utama masjid-masjid tradisional di Jawa yang jelas merujuk pada unsur arsitektur Jawa-Hindu. Bagian puncak menara berupa ruangan mirip pendopo berlantaikan papan. Ruangan ini ditopang oleh empat buah tiang kayu yang bertumpu masuk pada lantai papan yang berlapis. Di antara dua tiang sebelah timur sekarang dipasang hiasan arloji yang cukup besar. Pada salah satu tiang terdapat inskripsi yang ditulis dengan huruf dan bahasa Jawa yang berbunyi “Gapura rusak ewahing jagad” yang berarti 1609 S (1685 M). Atap menara berbentuk limas bersusun dua dan di bagian puncaknya terdapat tulisan Arab “Allah”, sedangkan di bagian bawah atap menara tergantung sebuah bedug dan kentongan. Bedug berukuran panjang 138 cm dengan 0 90 cm, sedangkan kentongan berukuran panjang 150 cm dengan 0 130 cm.

      3.   SERAMBI

Serambi Masjid Kudus berupa bangunan terbuka terbagi dua yaitu serambi depan dan serambi tengah. Serambi depan berukuran panjang 9,50 in dan lebar 13,50 m. Pada serambi ini terdapat sebuah gapura kori agung dengan tinggi ± 3 in. Letak kori agung memisahkan antara serambi depan dengan serambi tengah. Bangunan serambi ini merupakan bangunan tambahan perluasan masjid. Hal ini terlihat pada bagian atas serambi terdapat sebuah kubah besar. Lantai serambi dari ubin. Serambi tengah berukuran panjang 26,50 m dan lebar 22 m. Bangunan serambi juga merupakan ruangan terbuka, dan lantainya dari ubin.


3.  
RUANG UTAMA
Ruang utama ditopang oleh empat buah soko guru (tiang utama) dan empat buah soko rawa (tiang tambahan) dengan tinggi tiang ± 5m. Pintu utama terletak di tengah-tengah ruang utama, sedangkan .pintu-pintu lainnya terdapat di sisi barat dan timur ruang utama. Lantai ruang utama dari ubin. Di ruang utama ini juga terdapat sebuah kori agung.  Atap bangunan ruang utama berbentuk tumpang tiga dan ditutup oleh genteng merah. Pada puncak atap terdapat mustaka dari tembaga. Di dalam ruang utama terdapat mimbar dan mihrab. Mimbar ada dua buah yaitu di utara dan selatan. Relung mihrab berbentuk lengkung tapal kuda. Di kanan kiri mihrab terdapat jendela. Di atas mihrab terdapat inskripsi berhuruf Arab yang telah usang yang artinya kira­kira masjid didirikan oleh Ja’far Shodiq dalam tahun 956H.

    4.  PAWESTREN
Bangunan pawestren merupakan bangunan baru sebagai perluasan masjid. Letaknya di samping kiri masjid berukuran panjang 15,5 m dan lebar 8 m. Bangunan disanggah oleh delapan buah tiang dari beton. Pintu masuk ada empat buah terbuat dari kayu. Jendela berjumlah enam buah. Lantai ruangan dari ubin keramik berukuran 20 × 20 cm.

    5.    MAKAM
Di belakang Masjid Kudus terdapat kompleks makam, diantaranya makam Sunan Kudus dan Para ahli warisnya, serta pada tokoh lainnya seperti Panembahan Palembang, Pangeran Pedamaran, Panembahan Condro, Pangeran Kaling, dan Pengeran Kuleco. Komplek-komplek makam tersebut terbagi-bagi dalam beberapa blok, dan tiap blok merupakan bagian tersendiri dari hubungannya terhadap Kanjeng Sunan. Ada blok para putera dan puteri Kanjeng Sunan, ada blok para Panglima perang dan blok paling besar adalah makam Kanjeng Sunan sendiri. Uniknya adalah semua pintu penghubung antar blok berbentuk gapura candi-candi. Tembok-tembok yang mengitarinya pun dari bata merah yang disusun berjenjang, ada yang menjorok ke dalam dan ke luar seperti layaknya bangunan candi.
Makam-makam tersebut dalam cungkup tersendiri. Cungkup tersebut berdenah bujur sangkar dengan ukuran sisinya ± 4,35 cm. Makam dengan panjang jirat 298 cm, lebar 76 cm, dan tinggi 28 cm. Nisan berbentuk lengkung bawang yang rata pada bagian atasnya. Ukuran nisan tinggi 79 cm dan lebar tubuh 20 cm, dan lebar bagian kaki 28 cm. Hiasan yang ada pads makam Sunan Kudus terutama pada bagian nisan adalah sulur-suluran yang mengisi bidang tumpal pada bagian kaki makam maupun pada bagian tubuh nisan.

    6. BANGUNAN TAJUG
Bangunan tajug atau bale-bale terdapat di dekat pintu gerbang masuk kompleks makam. Bangunan ini berdenah bujur sangkar dengan ukuran 6,63 m setiap sisinya. Bangunan tersebut sudah mengalami pemugaran terutama pada bagian atasnya. Lantai dari batu granit. Bagian atap disanggah oleh 12 tiang kayu di bagian pinggir dan empat buah tiang utama. Di sebelah barat laut bangunan tajug terdapat bak air yang sampai sekarang masih dipergunakan. Ukuran bak air tersebut panjang 287 cm, lebar 180 cm, dan tinggi 66 cm. Di bagian dalam bak tersebut terdapat dua buah lubang dengan garis tengah 117 cm dan kedalaman 100 cm dari permukaan kaki.

    7.   BAK AIR
Di sebelah barat laut bangunan tajug terdapat bak air yang sampai sekarang masih dipergunakan.


    8.        TEMPAT WUDHU
Tempat wudlu ada dua buah, masing-masing berukuran panjang 12 m, lebar 4 m, dan tinggi 3 m. Bahan bangunan dari bata merah, lantainya ubin keramik. Bentuk bangunan persegi panjang.



SUMBER:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar