Jumat, 26 Desember 2014

Museum Sonobudoyo

Museum Sonobudoyo merupakan museum yang memiliki koleksi artefak emas tapi dengan beberapa alasan belum dapat dilihat oleh umum. Pada dasarnya artefak emas memiliki fungsi berbeda-beda, seperti mata uang, perhiasan, wadah, senjata, symbol religious, dan lainnya. Koleksi Ruang Emas berupa kerajinan dari kuningan dan perak seperti pedupaan, klintingan, pakinangan, blencong, ceret, aneka wadah.

Museum Sonobudoyo adalah museum sejarah dan kebudayaan Jawa, termasuk bangunan arsitektur klasik Jawa. Museum ini menyimpan koleksi mengenai budaya dan sejarah Jawa yang dianggap paling lengkap setelah Museum Nasional Republik Indonesia di Jakarta. Koleksi museum mencerminkan perjalanan kebudayaan Jawa semenjak masa prasejarah, masa klasik, masa Islam hingga Bali.
Museum Negeri Sonobudoyo merupakan Unit Pelaksana Teknis Daerah pada Dinas Kebudayaan Provinsi DIY, mempunyai fungsi pengelolaan benda museum yang memiliki nilai budaya ilmiah, meliputi koleksi pengembangan dan bimbingan edukatif cultural. Sedangkan tugasnya adalah mengumpulkan, merawat, pengawetan, melaksanakan penelitian, pelayanan pustaka, bimbingan edukatif cultural serta penyajian benda koleksi Museum Negeri Sonobudoyo.
Bangunan Museum Sonobudoyo merupakan rumah joglo dengan arsitektur masjid keraton kesepuhan Cirebon. Didesain oleh Ir Th Karsten. Keberadaan museum erat hubungannya dengan sebuah yayasan masa Kolonial Java Institut dibidang kebudayaan Jawa, Madura, Bali, dan Lombok sebagai pencetus berdirinya Museum Sonobudoyo, yang diresmikan pada tanggal 6 nopember 1935, oleh Sri Sultan Hamengkubuwono ke VIII dengan ditandai Candrasengkala “Kayu Winayang Ing Brahmana Budha”
Museum Sonobudoyo terdiri dari dua unit. Museum Sonobudoyo Unit I terletak di Jl. Trikora No. 6 Yogyakarta, sedangkan Unit II terdapat di nDalem Condrokiranan, Wijilan, di sebelah timur Alun-alun Utara Keraton Yogyakarta.
Museum yang terletak di bagian utara Alun-alon Lor dari kraton Yogyakarta itu pada malam hari juga menampilkan pertunjukkan wayang kulit dalam bentuk penampilan aslinya (dengan menggunakan bahasa Jawa diiringi dengan musik gamelan Jawa). Pertunjukan wayang kulit ini disajikan secara ringkas dari jam 8:00-10:00 malam pada hari kerja untuk para turis asing maupun turis domestik.

SEJARAH
            Museum Sonobudoyo dulu adalah sebuah yayasan yang bergerak dalam bidang kebudayaan Jawa, Madura, Bali dan Lombok. Yayasan ini berdiri di Surakarta pada tahun 1919 bernama Java Instituut. Dalam keputusan Konggres tahun 1924 Java Instituut akan mendirikan sebuah museum di Yogyakarta. Pada tahun 1929 pengumpulan data kebudayaan dari daerah Jawa, Madura, Bali dan Lombok. Panitia Perencana Pendirian Museum dibentuk pada tahun 1913 dengan anggota antara lain: Ir.Th. Karsten P.H.W. Sitsen, Koeperberg. 
Bangunan museum menggunakan tanah bekas “Shouten” tanah hadiah dari Sri Sultan Hamengkubuwono VIII dan ditandai dengan sengkalan candrasengkala “Buta ngrasa estining lata” yaitu tahun 1865 Jawa atau tahun 1934 Masehi. Sedangkan peresmian dilakukan oleh Sri Sultan Hamengkubuwana VIII pada hari Rabu wage pada tanggal 9 Ruwah 1866 Jawa dengan ditandai candra sengkala “Kayu Kinayang Ing Brahmana Budha” yang berarti tahun Jawa atau tepatnya tanggal 6  Nopember 1935 tahun Masehi. Sedangkan nama museum bernama Museum Sonobudoyo, sono berarti tempat dan budoyo berarti budaya. Pada masa pendudukan Jepang Museum Sonobudoyo dikelola oleh Bupati Paniradyapati Wiyata Praja (Kantor Sosial bagian pengajaran). Di jaman Kemerdekaan kemudian dikelola oleh Bupati Utorodyopati Budaya Prawito yaitu jajaran pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta.

BANGUNAN
            Pada prinsipnya bangunan museum berbentuk Jawa. Hal tersebut dapat terlihat antara halaman luar dengan halaman dalam dipisahkan dengan tembok (cempuri) yang berhiaskan kuncup bunga melati dan gerbang utama berbentuk semar tinandu.
Museum berdiri yang terletak di Jalan Trikora No. 6. Dalam perkembangannya tanah museum mengalami perluasan hingga 7.867 m2 dengan 5.031 m2 sebagai keperluaan penyelenggaraan.
BENDA KOLEKSI
Koleksi Museum Sonobudoyo terbagi menjadi 10 jenis yaitu
1. Koleksi Numismatik dan Heraldika obyek penelitiannya adalah setiap mata uang / alat tukar yang sah, terdiri dari mata uang logam dan mata uang kertas. Heraldika adalah setiap tanda jasa, lambang dan pangkat resmi (termasuk cap /stempel).
2. Koleksi Filologi adalah benda koleksi yang menjadi objek penelitian filologi, misalnya riaskah kuno, tulisan tangan yang menguraikan sesuatu hal atau peristiwa.
3. Koleksi Keramologika adalah koleksi yang dibuat dari bahan tanah liat bakar (baked clay) berupa pecah belah, misalnya: Guci.

4. Koleksi Seni rupa kolaksi seni yang mengekspresikan pengalaman artistik melalui objek dua dimensi atau dimensi atau tiga
5. Koleksi Teknologi banda/kumpulan benda yang menggambarkan perkembangan teknologi yang menonjol berupa peralatan atau hasil produksi yang di buat secara massal oleh suatu industri/pabrik, contoh : Gramaphon.
6. Koleksi Geologi adalah benda yang menjadi obyek ilmu geologi, antara lain batuan, mineral, fosil dan benda-benda bentukan alam lainnya (permata, granit, andesit). Contoh : Batu Barit.
7. Koleksi Biologi adalah benda yang menjadi objek penelitian ilmu biologi, antara lain tengkorak atau rangka manusia, tumbuh-tumbuhan dan hewan. Misalnya burung (obset) / dikeringkan.
8. Koleksi Arkeologi adalah benda yang menjadi objek penelitian arkeologi. Benda tersebut merupakan hasil peninggalan manusia dari zaman prasejarah sampai dengan masuknya pengaruh kebudayaan barat misalnya : Cermin.
9. Koleksi Etnografi adalah benda yang menjadi objek peneiitian ilmu etnografi, benda-benda tersebut merupakan hasil budaya atau menggambarkan identitas suatu etnis misalnya Kacip.
10. Koleksi Historika adalah benda yang bernilai sejarah dan menjadi objek penelitian sejarah. Benda tersebut dari sejarah masuknya budaya barat sampai dengan sekarang, misalnya Senapan laras panjang, Meriam.
Pengumpulan koleksi didapat melalui penyerahan dari masyarakat dengan system ganti rugi, hibah, pesanan, barang titipan. Jumlah 10 jenis koleksi Museum Negeri Sonobudoyo  dengan rincian sebagai berikut :
  1. Koleksi Geologi            : 13
  2. Koleksi Biologi             : 34
  3. Koleksi Ethnografi        : 8.157
  4. Koleksi Arkeologi         : 1.981
  5. Koleksi Historika          : 42
  6. Koleksi Numismatika     : 21.914
  7. Koleksi Filologika         : 1.240
  8. Koleksi Keramologika    : 384
  9. Koleksi Senirupa           : 9.120
  10. Koleksi Teknologi        : 384
            Jumlah                             : 43.235
            Posisi pada bulan Maret 2006

Dari data  jumlah 10 jenis benda koleksi Museum Negeri Sonobudoyo sebanyak 43.235 buah  :
Sudah diinventarisir  sejumlah 11.031  buah ( 25,51 % )
Belum diinventarisir sejumlah  32.204  buah ( 74,48 % )
   
Koleksi yang dipamerkan pada ruang Pameran tetap di Museum Negeri Sonobudoyo unit I sebanyak 1.184 buah terdiri  : 
  1. Koleksi Etnografi             :  715  buah
  2. Koleksi Arkeologi            :  445  buah
  3. Koleksi  Nimismatika      :   14  buah
  4. Koleksi  Keramologika    :    7  buah
  5. Koleksi  Filologika           :    3  buah
Koleksi yang dipamerkan pada ruang Pameran tetap di Museum Negeri Sonobudoyo Unit II sebanyak 810 buah terdiri dari :
  1. Koleksi Geologika       : 38 buah
  2. Koleksi Biologika        : 31 buah
  3. Koleksi Ethnografika  : 304 buah
  4. Koleksi  Numismatika : 147 buah
  5. Koleksi   Filologika      : 12 buah
  6. Koleksi  Senirupa        : 161 buah
 Koleksi tersebut di pamerkan di Museum Sonobudoyo unit I dan Museum Sonobudoyo II. Untuk Sonobudoyo unit I dipamerkan di sembilan ruang. Benda-benda koleksi Museum Sonobudoyo itu ada yang dipamerkan di luar dan di dalam gedung. Koleksi yang dipamerkan di luar gedung museum umumnya terbuat dari batu yang relatif tahan terhadap cuaca, yang terdiri dari berbagai macam patung dari zaman kerajaan Hindu dan Buddha di Jawa Tengah dan Jawa Timur, benda-benda kelengkapan upacara, serta bagian dan hiasan candi.
Sedangkan, benda-benda yang dipamerkan di dalam museum adalah benda-benda yang peka terhadap pengaruh cuaca, kotoran, cahaya dan bahkan serangga. Benda-benda itu umumnya dimasukkan ke dalam vitirin, guna melindunginya dari proses kerusakan. Benda-benda yang dipamerkan di dalam museum diantaranya adalah: (1) berbagai macam hasil karya seni yang terbuat dari kayu dan bambu, seperti topeng Jawa dan Bali, wayang golek, puluhan model perahu serta tandu (jempono) yang diantaranya adalah tandu lawak dari zaman Sultan Hamengku Buwono I, tandu Kyai Kudus, Kyai Purbonegoro, dan Kyai Wegono Putro; (2) berbagai macam jenis batik beserta peralatan pembuatnya; dan (3) benda-benda yang terbuat dari perunggu, emas, perak dan besi seperti, patung kuwera, genta dari Kalasan, lampu gantung berbentuk kenari serta seperangkat gamela Jawa dan Cirebon serta senjata (mandau, rencong dan keris). Sebagai catatan, Museum Sonobudoyo menyimpan sekitar 1200-an koleksi keris yang sebagian besar merupakan sumbangan dari Java Institut dan sebuah wesi buddha, yang merupakan bahan baku pembuat keris yang digunakan sekitar tahun 700 Masehi.
Sebagai catatan pula, selain sebagai tempat untuk memamerkan benda-benda sejarah dan purbakala, Museum Negeri Sonobudoyo juga dilengkapi dengan dengan auditorium, laboratorium, preparasi, kantor dan perpustakaan dengan puluhan ribu judul buku, khususnya terbitan sebelum Perang Dunia II dalam berbagai bahasa. Di samping itu dapat pula dijumpai manuskrip (naskah tulisan tangan) berhuruf Jawa dan Arab.
Ruang Pendopo dan Sekitarnya
Saat memasuki museum Sonobudoyo terlebih dahulu akan melewati sebuah Pintu Gerbang yang berbentuk Semar Tinandu, dan beratapkan model joglo. Didinding bagian dalam gapura sisi Timur terdapat Prasasti dengan Candra Sengkala “Kayu Winayang Ing Brahmana Budha”, yang berarti Tahun 1886 (Tahun Jawa), atau 1935 Masehi, dimana Museum Sonobudoyo didirikan.
Bangunan pendopo berbentuk limas dengan atap tumpang sari bertingkat dua,  mirip bangunan Masjid Kanoman Cirebon. Fungsi pendopo dalam bangunan Jawa yaitu untuk menerima tamu. Didalam ruang ini dipamerkan dua perangkat Gamelan, antara lain :
Gamelan Kyai Mega Mendung, yang bernada Pelog dan slendro.berasal dari daerah Cirebon pada abad 19. Pada gamelan tersebut terdapat hiasan yang bermotifkan Mega Mendung.
Gamelan Kyai dan Nyai Ririrs Manis, Gaya Yogyakarta yang bernada Slendro dan Pelog.
Di sebelah selatan pendapa terdapat dua buah meriam masing-masing ditempatkan di samping timur dan barat.
a. Meriam di sisi Timur :
Di bagian pangkal terdapat tulisan huruf Jawa yang berbunyi "Yasa dalem meriyem ing Ngayogyakartahadiningrat ing tahun Alip, sinengkalan Nrus guna Pandita Ratu" (Nrus = 9; guna = 3, Pandita = 7, Ratu = 1) berarti 1739 Jawa atau tahun 1871 Masehi.
b. Meriam di sisi Barat :
Meriam yang berada di sisi barat ini juga hampir sama dengan koleksi meriam di sisi timur. Pada bagian pangkal terdapat tulisan huruf Jawa dan berbunyi "Yasa dalem meriyem ing Ngayogyakartahadmingrat ing tahun Junakir, sinengkalan Naga mosik sabdaning Ratu" (Naga = 8; mosik = 6; sabda = 7; Ratu = 1) yang berarti tahun 1768 Jawa atau tahun 1846 Masehi.
Kedua koleksi meriam tersebut di atas berasal dari masa Sri Sultan Hamengku Buwana III. Selain meriam terdapat pula arca dan relief. Berikut beberapa koleksi yang berada di halaman pendapa : Arca Dewi Laksmi, arca Mahakala, dan Makara. Sedangkan di bagian dalam pendopo terdapat seperangkat gamelan.
Ruang Pengenalan
Di atas pintu masuk menuju ke ruang pengenalan terdapat relief candrasengkala "Buta Ngrasa Esthining Lata". Ruang pengenalan berukuran 62,5 m2. Salah satu koleksi yang ada di ruang pengenalan yaitu pasren atau krobongan yang terdiri dari tempat tidur, bantal, guling, kasur, kelambu, sepasang patung loro blonyo, sepasang lampu robyong, dan sepasang lampu jlupak.
Di Ruang Dewi Sri atau pasren berusia 2,5 abad, Genta Kalasan yang berbentuk stupa, dan yang unik wadah berbentuk bebek dari tempurung kelapa laut atau poh jenggi. Pohon kelapa laut adalah tumbuhan endemik Madagaskar yang berjarak satu samudera dari Indonesia. Kini kelapa laut ditanam di Kebun Raya Bogor.
Ruang Prasejarah
Ruang ini menyajikan benda-benda peninggalan masa prasejarah yang menggambarkan cara hidup manusia pada masa itu meliputi berburu, mengumpulkan dan rneramu makanan. Pada tingkat selanjutnya manusia mulai bercocok tanam secara sederhana serta melakukan upacara- upacara yang berhubungan dengan religi (kepercayaan kepada roh nenek moyang, penguburan dan kesuburan)
Ruang Prasejarah menampilkan peninggalan masa prasejarah seperti replika kubur batu di Situs Kajar, Gunung Kidul, dan arca-arca megalitikum. Sebuah gebyog yang luar biasa memisahkan Ruang Prasejarah dan ruang pameran selanjutnya.
Ruang Klasik dan Peninggalan Islam
Ruang Klasik dan Peninggalan Islam memperkenalkan kekayaan museum melalui tema tujuh unsur kebudayaan universal yaitu sistem kemasyarakatan, sistem bahasa, sistem religi, sistem kesenian, sistem ilmu pengetahuan, sistem peralatan hidup, sistem mata pencarian hidup. Diantara koleksi sistem religi adalah arca Dewi Sri dengan setangkai padinya. Padi yang memberi kita nasi, tumbuh dari tanah bumi yang eksis tanpa konsep seperti kaya-miskin, kalah-menang.
Ruang Batik

Di ruang ini memamerkan beberapa koleksi batik, aneka motif batik, cap batik yaitu alat cetak pembuat ragam hias batik, serta peralatan membatik yaitu canting, parafin, malam, tungku dan wajan, kipas. Selain itu terdapat proses membatik yang di mulai dari pengerjaan pola sampai proses jadi sebuah batik.
Ruang Wayang
Di Indonesia memiliki beberapa jenis wayang salah satunya wayang klitik yang terbuat dari kayu. Pada tahun wayang mendapat pengakuan dunia. Koleksi Ruang Wayang berupa Wayang Gedhog bersumber dari cerita Panji dari Kerajaan Kediri hingga Majapahit. Wayang Sadat bersumber dari Babad Demak dan Babad Tanah Jawi mengisahkan perjuangan penyebaran agama Islam oleh Wali Sanga. Wayang Wahyu bersumber cerita dari Kitab Perjanjian Lama dan Kitab Perjanjian Baru.
Diantara koleksi Ruang Wayang Golek adalah wayang klitik cerita bersumber dari Serat Damarwulan (Babad Pajajaran sampai Majapahit), Wayang Golek Purwa Pasundan menceritakan kisah-kisah dari Mahabarata dan Ramayana, Wayang Dupara mengisahkan Majapahit hingga Perang Diponegoro
Ruang Topeng
Sebagai salah satu bentuk karya seni tradisional Indonesia, Topeng sudah mengalami sejarah perkembangan, bersamaan dengan nilai-nilai budaya dan nilai seni rupa. Topeng yang tampil dalam bentuk tradisional mempunyai fungsi sebagai sarana upacara dan pertunjukan.
Dalam adat tradisional yang didukung pemikiran Relegi Magia ada kebiasaan untuk menutup raut muka dengan lumpur atau menggambar wajah untuk menampilkan ekspresi raut muka pada tarian-tarian ritual. Kebiasaan mereka-reka wajah tersebut sejalan dengan hasrat untuk mewujudkan citra dari makhluk yang sangat berpengaruh kepada masyarakat.
Topeng berasal dari kata TUP yang berarti tutup karena gejala bahasa yang disebut formatip (pembentukan kata), kata TUP ditambah dengan Eng kemudian menjadi Tupeng. Kemudian mengalami perubahaan menjadi TOPENG. Koleksi Ruang Topeng meliputi topeng cirebon cerita Mahabarata, topeng barong, topeng sabrangan (Madura), topeng bali, topeng yogyakarta cerita Panji.
Ruang Jawa Tengah
Di ruang ini memamerkan ukiran kayu yang terkenal dari Jawa Tengah yaitu Jepara seperti gebyog patang aring. Selain itu terdapat keris dan senjata tajam lainnya dengan berbagai jenis. Koleksi keris yang lebih lengkap bisa dijumpai di ruang koleksi, berada di belakang ruang perpustakaan museum. Ruang koleksi tersebut menyimpan beragam keris dari berbagai penjuru nusantara, koleksi aksesoris seperti pendok dari Yogyakarta dan Solo dan tangkai keris. Koleksi lebih banyak berasal dari luar Yogyakarta, sebab konon ada larangan untuk mengoleksi keris Yogyakarta melebihi koleksi Kraton.
Keris-keris Jawa yang disimpan berupa keris luk 7, 11, 13 dan keris lurus dengan pamor yang beranekja ragam, seperti beras wutah (pamor yang tak disengaja muncul karena penempaan, berupa pusar yang menyambung), sekar pakis (berbentuk bunga pakis) dan sebagainya. Keris-keris dari luar Jawa yang disimpan antara lain rencong khas Aceh, mandau dari Kalimantan, keris-keris Madura dan Bali, serta keris dari Sulawesi.
Di ruangan koleksi tersebut, anda juga bisa melihat beragam tangkai keris tua yang didesain menarik. Terdapat tangkai keris yang berbentuk kepala manusia, manusia utuh, ular naga, singa dan sebagainya. Terdapat pula sejumlah pendok yang jumlahnya ratusan, terbagi dalam dua gaya yaitu Yogyakarta dan Solo. Tak seperti tangkai keris yang memiliki beragam desain, pendok keris memiliki bentuk yang relatif seragam. Jumlah koleksi yang mencapai ribuan tentu akan menebus sulitnya menjangkau ruangan koleksi ini.
Ruang Emas
Ruang Bali
Koleksi ruang Bali berkaitan dengan kebudayaan Bali baik mengenai yadnya (upacara) maupun berbentuk seni lukis dan seni pahat. Salah satu yang terbaik dari Bali di Museum Sonobudoyo adalah Bale Gede atau Bale Banjar. Sebuah balai di dalam kompleks Candi Bentar tempat diselenggarakannya musyarawarah maupun tempat upacara daur hidup. Sepasang patung kayu menjulang lebih tinggi dari rata-rata orang dewasa masing-masing menunjukkan raut suka dan duka sebagai lambang kelahiran dan kematian. Sayang sekali lumut dibiarkan subur menjalar. Jelas terlihat kerusakan yang telah ditimbulkannya di Bale Gede.
Terakhir adalah Ruang Bali, tak pelak dengan aneka ukiran dan pahatan yang ekspresif seperti patung Dewa Wisnu, penari keris, singa ambara, maupun jagat dewa-dewi yang misterius memikat. Tak ketinggalan peralatan ritual khas seperti janggawari yaitu tempat berstana para dewa atau leluhur, bajra atau genta, canting tirta untuk mengambil air suci, dan lain-lain

Sumber:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar